Monday, December 30, 2019

GAMIFIKASI

Hidup adalah permainan dan senda gurau.
(QS 6:32, 29:64, 47:3)

Istilah Gamifikasi (Gamification) sering terdengar belakangan ini walau sebenarnya sudah diterapkan sejak tahun 2000an. Suatu konsep yang kini juga digunakan di dunia digital untuk mendorong semangat, motivasi, dan meningkatkan performa. 'Employee of the Year’, adalah satu bentuk sederhana dari gamifikasi. Contoh lainnya reward seperti insentif, bonus, lencana, poin, skoring, dsb. Bagi yang akrab dengan belanja online tentu tidak asing lagi dengan bonus poin, cashback, voucher dst. Tujuannya adalah utk mempertahankan kesetiaan pelanggan dan mendorong pelanggan bertransaksi lebih banyak lagi. Intinya program gamifikasi, yang menggunakan konsep dan elemen2 desain pada video game ini, ternyata dapat meningkatkan motivasi dan kinerja di dunia non game (dunia nyata)

Elemen2 desain dalam suatu game adl sbb:
1. Points, suatu bentuk reward berupa feedback langsung yang dapat mengukur kemajuan pencapaian/prestasi.
2. Badges (tanda/lencana)
tingkat posisi pencapaian yang memberi sense bahwa pemain telah mencapai tahapan tertentu, contoh silver, gold, platinum. Terdapat aspek sosial yang mempengaruhi jika berhasil masuk tingkatan ini.
3. Leaderboard
Papan yang menunjukan hierarki prestasi si pemain di satu waktu tertentu. Contoh konsep ranking di sekolah atau papan score dalam suatu pertandingan olahraga dan posisi pemain pun dapat naik/turun
4. Grafik kinerja/performa
Berbeda dengan leaderboard yg menunjukan posisi pemain terhadap pemain lain, grafik performa ini menunjukan perkembangan kinerja pemain itu sendiri dalam suatu periode waktu.
5. Cerita
Agar suatu game tidak hanya fokus pada points, grafik dll, seolah tanpa makna,  membuat aktifitas terasa membosankan maka perlu dibuat konteks dalam bentuk cerita.
6. Avatars
Identitas yang dipilih atau diciptakan oleh pemain sebagai representasi dirinya di dunia game untuk membedakan dirinya dengan pemain lain.
7. Teammates
Adalah gabungan pemain-pemain yang memiliki tujuan bersama dalam permainan. Ada kerjasama yang baik antar pemain, bukan utk berkompetisi atau berkonflik.

Untuk menentukan nasib dalam suatu permainan, si pemain secara psikologis membutuhkan 3 hal, yaitu:
1. Kompetensi
Yaitu kemampuan melakukan sesuatu dgn efektif dan efisien, meliputi pengetahuan, keahlian, dan pengalaman.  Kebutuhan ini dapat diukur dengan 4 elemen pertama dari desain game yaitu points, badges, leaderboard, dan grafik performa.
2. Otonomi
Kebebasan dalam mengambil keputusan (freewill) dan memberi makna suatu pencapaian. Kebutuhan ini dipenuhi oleh elemen avatars, dan elemen konteks cerita.
3. Hubungan sosial dan emosi
Selain pencapaian scr personal seorang pemain juga membutuhkan hubungan emosi dengan pemain  atau kelompok lain untuk saling mendukung, hal ini tidak saja berguna dalam pencapaian personal tapi juga memberikan konteks bhw si pemain adalah bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan permainan. Kebutuhan ini dipenuhi oleh elemen Teammates.

Kebutuhan psikologis pemain dalam suatu game sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kebutuhan seorang manusia dalam beraktifitas dan berkarya dlm kehidupannya masing2, sehingga konsep gamifikasi ini dapat diterapkan dalam lingkungan non game, dan cukup efektif.

Pada hakikatnya hidup ini pun adalah permainan seperti dijelaskan  beberapa surah dalam Alquran. Secara material ada pencapaian dalam bentuk harta, jabatan, kesuksesan, status sosial, dan kemuliaan duniawi. Semua ini ada ukuran dan tingkatan2nya. Elemen-elemen desain game pun diterapkan disini, termasuk tahapan memilih identitas/self-ego (elemen avatars).

Di tataran hakikat, secara spiritual pun ada pencapaian elemen points dalam bentuk pahala/kebaikan yang diharapkan menaikkan derajat/kualitas iman, yang bisa turun naik (elemen Leaderboard). Tingkat2 pencapaian spiritual, yang dikenal dgn istilah maqom dalam sufistik pun akan dilalui seiring kematangan jiwa melalui jatuh bangun pengalaman duniawi (Mewakili elemen badges).  Selain self-ego sebagai representasi elemen avatar di alam materi,  dalam konteks spiritual si pemain juga mengidentifikasikan dirinya sebagai jiwa/soul, yaitu suatu "kesadaran",  yang tidak akan hilang saat badan fisik/materi ini mati, karena akan kembali ke alam yang sebenarnya,  keluar dari permainan karena waktu bermain sudah selesai.

Lalu apa yang dibawa saat permainan selesai? Pencapaian materi/duniawi sepenuhnya akan ditinggalkan, namun intisari pengalaman duniawi yang membentuk kualitas jiwa, akan dibawa serta. Kualitas yang membaik? atau memburuk?  Kita diharapkan bijak dan sadar saat memilih dan mengambil keputusan. Apakah memilih  pencapaian duniawi yang berkorelasi positif dengan pencapaian spiritual, atau sebaliknya??

Demi waktu.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.
QS. 103:1-2

Note:
Tulisan ini sebagai pengingat diri di usia yang mencapai kepala 5 di hari ini, 29 Des. Di usia dimana mulai banyak muncul tanda bhw permainan mungkin tidak lama lagi usai.

Friday, February 25, 2005

BOOKS IN MY LIFE (part two)

Bagaimana isi buku dapat mempengaruhi kita?
Menjadi lebih rileks, lebih berwawasan, atau lebih memotivasi?
Atau (meminjam istilah ABG) malah bikin BeTe?

Bagi seorang pecinta buku, hal-hal diatas sama menariknya. Bertemu buku yang bikin BeTe juga pernah saya alami, sehingga baru membaca beberapa halaman, langsung ditutup dan segera berganti buku. Seringkali menarik tidaknya isi sebuah buku, tergantung dari penulisnya, atau penerjemahnya jika buku itu saduran. Beberapa buku yang sebenarnya punya tema menarik tetapi karena gaya penulisan atau penerjemahan yang kurang komunikatif, membuat pembaca tidak dapat menangkap makna dan isi yang ingin disampaikan. Biasanya, jika terlanjur membaca buku seperti ini, saya mencatat siapa pengarang atau penerjemahnya, dan selanjutnya menghindari membeli dan membaca buku-buku yang ditulis atau diterjemahkannya.

Buku-buku yang isinya berupa cerita dan seringkali berjenis fiksi, biasanya menciptakan efek relaksasi atau memberi rasa senang, mengurangi stress akibat aktifitas rutin dan, membawa kita sejenak pada dunia yang berbeda melalui imajinasi yang tercipta. Saya biasanya membaca buku jenis ini setelah pulang kerja dan lepas dari kemacetan Jakarta, sambil menunggui anak-anak belajar. Novel-novel Sci-Fi dari Michael Crichton, Supernova-nya Dewi Dee Lestari, dan Legal-Thriller dari John Grisham dan Philip Margolin adalah sebagian novel fiksi favorite saya.

Bertambah usia seseorang, dan seiring meningkatnya kebutuhan aktualisasi diri dan pencarian makna kehidupan, buku-buku yang sifatnya memotivasi dan menginspirasi biasanya lebih disukai. Buku-buku jenis ‘how-to’ dan self development bersifat membantu pembaca meningkatkan kemampuannya dalam suatu bidang, misalnya tulisan-tulisan Dale Carnegie tentang kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi, Robert T. Kiyosaki tentang manajemen financial, buku-buku “don’t sweat...”, “chicken soup for...” dan lain-lain. Dari dalam negeri, antara lain, saya suka membaca tulisan-tulisan Andrias Harefa dan Hernowo tentang dunia tulis-menulis dan tulisan-tulisan Ratna Megawangi tentang pendidikan anak.

Selain itu tulisan-tulisan non-fiksi yang bersifat visioner dapat membuka wawasan kita untuk lebih memahami kemajuan teknologi dan pengaruhnya terhadap cara hidup dan cara berfikir manusia dimasa kini dan dimasa datang. Tulisan-tulisan Stephen Hawking tentang makro kosmos dan fisika modern, Yohannes Surya tentang fisika populer dan tulisan-tulisan visioner tentang manajemen dan teknologi informasi dari Mochtar Riadi adalah beberapa contoh buku dari jenis ini.

Bacaan yang bersifat spiritualpun sangat saya sukai, terutama yang dapat memberi inspirasi, membuka mata hati, sarat dengan berbagai pesan moral, dan mempengaruhi kehidupan kita secara positif . Beberapa bacaan klasik yang telah menjadi international best seller dan dapat saya rekomendasikan diantaranya adalah Dunia Sophie (Jostein Gaarder), Little Prince (Antoine de Saint Exupéry), dan Sang Alkemis (Paulo Coelho). Penulis-penulis lain yang cukup produktif dalam jenis tulisan ini dan karyanya saya sukai adalah Gede Prama, Arvan Pradiansyah, Anand Khrisna, AA Gym, dan Eaknath Easwaran.

Selain jenis-jenis bacaan di atas, sebagai seorang ibu dari dua putri yang mulai remaja, saya kira perlu juga memilih, mengarahkan, dan ikut juga membaca bacaan-bacaan remaja untuk anak-anak di rumah. Hal ini merupakan salah satu usaha memahami dunia mereka, menjadi jembatan komunikasi, dan dapat juga menjadi bahan diskusi dengan anak-anak. Untuk jenis ini, novel Harry Potter, buku cerita karangan Jaqueline Wilson, dan buku-buku self-development untuk remaja juga menjadi favourite saya.

Begitu banyak bacaan dan tersedianya waktu untuk membaca adalah salah satu karunia dari Tuhan yang dapat kita manfaatkan secara positif. Namun, membaca dalam arti luas tidak hanya terikat pada rangkaian teks pada buku dan tulisan, karena kemampuan kita membaca segala peristiwa kehidupan, membaca pertanda dari Tuhan, dan belajar dari orang lainpun adalah makna sesungguhnya dari membaca. Membaca dengan mata kepala disertai dengan mata hati akan lebih efektif mempengaruhi kehidupan menjadi lebih baik dan berkualitas.

Selamat Membaca! :)